Jumat, 05 Oktober 2012

Pengelolaan Sampah RS


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengelolaan Sampah di Rumah Sakit”. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materil maupun spiritual dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun, demikian saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diharapkan. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Agar menciptakan lingkungan yang bebas dari sampah.



Medan, September 2012


Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin meningkat pendirian Rumah Sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen sampah rumah sakit tidak memenuhi syarat. sampah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam sampah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga sampah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
Depkes R.I.(2002) menjelaskan bahwa, pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan sampah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah rumah sakit sehingga menimbulkan infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit.

Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
2. Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
3. Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.
Dewasa ini sampah merupakan masalah yang cukup serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya.
Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan sampah yang di hasilkan dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit. Karena jenis sampah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis sampah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat buangan virus, bakteri maupun zat zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius (LPKL, 2010).
Rumah Sakit menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan sampah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah sampah kedalam kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri) (KMNLH, 1995).
Selain itu, karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi depot segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Ditempat ini dapat terjadi penularan baik secara langsung (cross infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga (vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat umum (Chandra, 2007).
Pengelolaan sampah rumah sakit yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menimbulkan berbagai penyakit diantaranya Infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial  adalah infeksi yang terjadi di dalam rumah sakit atau infeksi oleh miroorganisme yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial merupakan hal yang paling sulit dihadapi klinisi dalam menangani penderita-penderita gawat. Kejadian infeksi nosokomial menjangkau paling sedikit sekitar 9% (variasi 3-21%) dari lebih 1,4 juta pasien rawat inap rumah sakit di seluruh dunia. Di negara maju, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Mengingat besarnya masalah infeksi nosokomial serta kerugian yang diakibatkannya, diperlukan upaya pengendalian yang dapat menurunkan risiko infeksi nosokomial (Sari Triyas Arsita, 2008).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Sampah Padat) berupa sampah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa sampah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air sampah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.
Sekitar 75 %-90% sampah merupakan sampah yang tidak  mengandung resiko atau sampah umum kebanyakan berasal dari aktivitas administratif. Sisanya 10%-25% merupakan sampah yang dipandang berbahaya dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat maupun kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil kajian sanitasi rumah sakit di Indonesia pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Ditjen PPM dan PL yang bekerja sama dengan WHO, timbulan sampah kegiatan rumah sakit sekitar 0,14% kg/tempat tidur/hari, dengan kategori 3% sampah kimia dan kurang dari 1 % berupa tabung dan thermometer pecah (Modul Pelatihan dan Pengelolaan RS dan Puskesmas 2009).
Faktor kesehatan lingkungan diperkirakan juga memiliki andil yang signifikan dalam timbulnya kejadian infeksi silang (nosokomial). Personil atau petugas yang menangani sampah ada kemungkinan tertular penyakit melalui sampah rumah sakit karena kurangnya higiene perorangan dan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2002).
Pada umumnya ditampung dalam tong sampah yang terdapat di setiap unit fungsional rumah sakit kemudian dikumpulkan dan disatukan oleh petugas pengelola sampah dan dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk selanjutnya diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Pengangkutan yang tidak rutin dilakukan setiap hari mengakibatkan sering terjadi peningkatan volume sampah sehingga terjadi penimbunan sampah yang banyak. Pihak pengelola rumah sakit terkadang memutuskan untuk membakar sampah untuk mengurangi volume sampah yang tertimbun. Namun hal ini tentunya sangat berdampak terhadap masyarakat di lingkungan rumah sakit. Seharusnya sampah sebelum dibuang atau diangkut untuk dikelola selanjutnya, tidak boleh ada penimbunan sampah (Depkes RI, 2002).

1.2    Rumusan Masalah
Sampah medis Rumah Sakit dapat mengandung berbagai penyebab penyakit sehingga sampah medis Rumah Sakit harus di olah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Sesuai persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. Agar rumah sakit tidak menjadi tempat penebaran penyakit.

1.3    Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran pengelolaan sampah medis RS
1. Untuk mengetahui pemilahan sampah medis di RS
2. Untuk mengetahui penampungan sampah medis di RS
3. Untuk mengetahui pengangkutan sampah medis di RS
4. Untuk mengetahui pembuangan akhir sampah medis di RS
5. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya di bidang ilmu kesehatan lingkungan.

 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung.
Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dgn sendirinya.

2.1.1  Berdasarkan sifatnya
Sampah organik - dapat diurai (degradable)
Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

J Sampah Organik 
Sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos; 

J Sampah Anorganik 
Sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya.
Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.
2.1.2 Berdasarkan bentuknya
1.      Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
2.      Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
  • Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
  • Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
3.      Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

4.      Sampah manusia

Sampah manusia adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

5.      Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

6.      Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).


2.2  Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
Pengelolaan sampah Rumah Sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan sebagainya.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit harus melakukan reduksi sampah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan sampah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan sampah sebelum membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi sampah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi sampah bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.

Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah. (Dekpes. RI, 2004)
Menurut Candra, 2007 Pengelolaan sampah rumah sakit sangat diperlukan adanya suatu kebijakan dari manajemen dan prosedur-prosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam pengelolaan sampah rumah sakit.
            Pengelolaan sampah layanan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hygiene rumah sakit dan pengendalian infeksi. Sampah layanan kesehatan sebagai reservoir mikroorganisme pathogen, yang dapat menyebabkan kontaminasi dan infeksi. Jika sampah tidak dikelola dengan tepat, mikroorganisme dapat berpinadah melalui kontak langsung, diudara atau melalaui vector (lalat, tikus dan lain-lain).
            Pada proses pengelolaan sampah diperlukan juga perangkat penunjang merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Perangkat tersebut harus mempertimbangkan aspek ketersediaan anggaran, jumlah kunjungan dan lama rawat inap pasien, serta berbagai pertimbangan teknis yang lain.

Perangkat penunjang yang digunakan, antara lain:
1. Wadah penampungan
2. Sarana pengangkutan
3. Sarana pembuangan dan pemusnahan

Menurut Wakner, 2007 secara umum pasilitas pelayanan kesehatan pada tingkat kabupaten kebawah harusnya terhindar dari pengolahan sampah oleh mereka sendiri tapi sampah harus diserahkan untuk diolah ke institusi khusus. Dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dari solusi pengolahan yang berbeda.
Kesehatan masyarakat dan resiko kesehatan kerja dalam menggunakan sistim pengelolaan limbah layanan kesehatan sebagai berikut:
1. Pembakaran atau pengolahan menggunakan steam/uap (autoclave)
2. Suhu tinggi, incinerator bahan bakar minyak sekala menengah
3. Suhu tinggi incinerator bio-mass sekala kecil
4. Pengontrolan sanitasi lokasi penimbunan tanpa pengolahan tapi paling sedikit sehari-hari sampah tertanggulagi.

Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan sampah termasuk penimbunan hasil pengolahan terakhir (BAPEDAL,1997).
Menurut Depkes RI (1997), bahwa pengelolaan sampah rumah skit terdiri dari Pemilahan, Penampungan, Pengangkutan dan Pembuangan Akhir.

2.2.1  Pemilahan Sampah Medis Rumah Sakit
Didalam pengolahan sampah layanan kesehatan secara efektif adalah pemilahan dan identifikasi sampah. Penanganan, pengelolaan dan pembuangan akhir sampah akan menurunkan biaya yang dikeluarkan serta memberikan manfaat yang lebih banyak dalam melindungi masyarakat.
            Proses pemilahan dilakukan kedalam beberapa kategori, antara lain: benda tajam, sampah non benda tajam infeksius dan sampah tidak berbahaya (sampah rumah tangga).
Pemilahan merupakan tanggung jawab yang dibedakan pada produsen sampah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkannya sampah dan dapat memberikan penurunan yang berarti dalam kuantitas sampah layanan kesehtan yang membutuhkan pengolahan khusus.

Berapa cara dalam pemilahan sampah medis yaitu:
1. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan sampah tersebut.
2. Sampah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah dengan memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk di buka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
3. Jarum syringe harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit maka terlebih dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan.

Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut :

Jenis Wadah dan Label Sampah Medis Padat Sesuai Kategorinya
No.
Kategori
Warna Kontainer/kantong Plastik
Lambang
Keterangan
1.
Radioaktif
Merah
Kantong boks timbal dengan
simbol radioaktif
2.
Sangat infeksius
Kuning
Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan
otoklaf
3.
Sampah infeksius Patologi dan anatomi
Kuning
Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau kontainer
4.
Sitotoksis
Ungu
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5.
Sampah Kimia dan Farmasi
Coklat
-
Kantong plastik atau kontainer
Sumber : Depkes RI, 2004

            Sampah yang telah dipilahkan akan dikumpulkan oleh petugas kebersihan dan akan diangkut ke titik pengangkutan lokal. Kontainer untuk pengumpulan sampah harus terbuat dari bahn yang padat (solid), berwarna relatif terang, stainless dan tahan air. Kontainer untuk pengumpulan sampah medis padat infeksius dan citotoxic harus dibersihkan dan disenfeksi sebelum digunakan ulang. Kantong pelastik yang telah dipakai sama sekali tidak boleh digunakan kembali.
            Sampah infeksius, sampah pathologi dan sampah domestik harus dikumpulkan secara reguler. Sampah harus dikumpulkan setiap harinya bila 2/3 bagian telah terisi sampah. Jenis lain dari sampah (misalnya benda tajam) dapat dikumpulkan dengan frekuensi yang lebih rendah (setelah container penuh 2/3). Sampah farmasi dan sampah kimia dapat dikumpulkan atas permintaan dan setelah memberitahukan kelayanan pengumpulan. (Wagner, 2007)

2.2.2  Penampungan Sampah Rumah Sakit
Setiap unit di Rumah Sakit hendaknya menyediakan tempat penampungan sementara sampah dengan bentuk, ukuran dan jenis yang sama. Jumlah penampungan sementara sesuai dengan kebutuhan serta kondisi ruangan.
Sarana penampungan untuk sampah medis diletakkan pada tempat pasien aman dan hygiene. Wadah penampungan yang digunakan harus tidak mudah berkarat, kedap air, memiliki tutup yang rapat, mudah dibersihkan, mudah dikosongkan atau diangkut, tidak menimbulkan bising dan tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Penampungan dilakukan bertujuan agar sampah yang diambil dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut atau pembuangan akhir (Candra, 2007).
Sampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama.
Kadang-kadang sampah juga diangkut langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan sampah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam (Depkes RI, 2004).
Menurut WHO (2005), pada fasilitas penampungan perlu diperhatikan sebagai berikut:
1. Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh, impermiabel dan drainasenya baik (lantai itu harus dibersihkan dan didesinfeksi).
2. Adanya persediaan air untuk tujuan pembersihan.
3. Area penampungan harus mudah dijangkau oleh staf yang bertugas menangani sampah.
4. Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah masuknya mereka yang tidak berkepentingan.
5. Adanya kemudahan bagi kendaraan pengumpul sampah.
6. Terhindar dari sinar matahari.
7. Area penampungan jangan sampai mudah dimasuki oleh serangga, burung dan binatang lainya.
8. Lokasi penampungan tidak boleh berdekatan dengan lokasi penyimpanan makanan mentah atau lokasi penyimpanan makanan.
9. Adanya perlengkapan kebersihan, alat pelindung dan kantong limbah.
Menurut Depkes RI, 2002 Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
1. Bahan tidak mudah karat
2. Kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
3. Bertutup rapat
4. Mudah dibersihkan
5. Mudah dikosongkan atau diangkut
6. Tidak menimbulkan bising
7. Tahan terhadap benda tajam dan runcing.

Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah.
Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus agar petugas pengangkut sampah tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman (Depkes RI, 2004).
Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu tempat penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah yang basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah timbulnya api dan tempat penampungan dari logam untuk sampah yang mudah terbakar.
Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan dan mungkin perlu diganti.

2.2.3  Pengangkutan Sampah Rumah Sakit
Untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) biasanya menggunakan troli, kontainer atau gerobak yang tidak digunakan untuk tujuan yang lain dan harus memenuhi persyaratan sebagi berikut (WHO, 2005):
1. Mudah dimuat dan dibongkar muat
2. Tidak ada tepi tajam yang dapat merusak kantong atau kontainer sampah selama permuatan ataupun pembongkaran muat
3. Mudah dibersihkan
4. Bahan-bahan yang berbahaya tidak mencemari jalan yang ditempuh kepembuangan.

Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan.
Pengangkutan biasanya dengan kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong sampah atau lift pada tiap sudut bangunan.
Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus. Kantong sampah sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong sampah juga harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.(Depkes. RI, 2004).

a. Kereta
Kereta adalah alat angkut yang umum digunakan dan dalam merencanakan pengangkutan perlu mempertimbangkan :
1. Penyebaran tempat penampungan sampah dengan cara pada setiap ruangan yang ada di rumah sakit harus mempunyai tempat sampah.
2. Jalur jalan dalam rumah sakit harus luas sehingga memudahkan kereta masuk dan keluar untuk mengangkut sampah.
3. Jenis dan jumlah sampah harus dipisahkan agar memudahkan dalam melkakukan pengangkutan.
4. Jumlah tenaga dan sarana yang tersedia harus seimbang agar pengangkutan sampah tidak menjadi permasalahan.
Kereta pengangkut disarankan terpisah antara sampah medis dan non medis agar tidak kesulitan didalam pembuangan dan pemusnahannya. Kereta pengangkut hendaknya memenuhi syarat :
1. Permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air agar sampah yang di angkut tidak terjatuh dan berceceran.
2. Mudah dibersihkan supaya tidak menghambat pekerja dalam berkerja.
3. Mudah diisi dengan dikosongkan agar mempercepat dan memudah pekerja dalam bekerja.

b. Cerobong Sampah/Lift
Sarana cerobong sampah biasanya tersedia di gedung modern bertingkat untuk efisiensi pengangkutan sampah dalam gedung. Namun penggunaan cerobong sampah ini banyak mengandung resiko, antara lain dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman, bahaya kebakaran, pencemaran udara, dan kesulitan lain, misalnya untuk pembersihannya dan penyediaan sarana penanggulangan kebakaran. Karena itu bila menggunakan sarana tersebut perlu ada perhatian khusus antara lain dengan menggunakan kantong plastik yang kuat.

c. Perpipaan
Sarana perpipaan digunakan untuk sampah yang berbentuk bubur yang dialirkan secara gravitasi ataupun bertekanan. Walau beberapa rumah sakit menggunakan perpipaan (chute) untuk pengangkutan sampah internal, tetapi pipa tidak disarankan karena alasan keamanan, teknis dan hygienis terutama untuk pengangkutan sampah benda-benda tajam, jaringan tubuh, infeksius, citotoksik, dan radioaktif.

d. Tempat Pengumpulan Sementara
Sarana ini harus disediakan dalam ukuran yang memadai dan dengan kondisi baik (tidak bocor, tertutup rapat, dan terkunci). Sarana ini bisa ditempatkan dalam atau di luar gedung. Konstruksi tempat pengumpul sampah sementara bisa dari dinding semen atau container logam dengan syarat tetap yaitu kedap air, mudah dibersihkan dan bertutup rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah dikosongkan, apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak perlu menambah jumlah container.
Tersedia tempat penampungan sampah non medis sementara yang tidak menjadi sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi dan dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
Sedangkan untuk sampah medis bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar sampahnya selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka sampah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang. (Depkes .RI, 2004).
Pada umumnya, frekuensi pengambilan sampah dari lokasi penampungan harus dipertimbangkan berdasarkan volume produksi. Didalam kegiatan pengangkutan sampah klinis, perlu juga dipertimbangkan distribusi lokasi wadah penampungan sampah, jalur jalan dalam rumah sakit, jenis dan volume serta jumlah tenaga dan sarana yang tersedia (Candra, 2007).
Untuk pengangkutan sampah infeksius, tajam dan sampah phatologi, hanya dirancang secara khusus, tertutup dan troly yang akan digunakan adalah yang mudah untuk di disinfektan. Troly ini tidak boleh digunakan untuk penggunaan lain. Jika bahan berbahaya lain setiap bahn kimia atau bahan farmasi akan diangkut, maka harus dibungkus agar tidak ada resiko yang dihasilkan selama pengangkutan. (Wagner, 2007).

2.2.4  Pembuangan Akhir Sampah Medis Rumah Sakit

            Kegiatan pembuangan akhir merupakan tahap akhir yang penting didalam proses pengolahan sampah medis. Namun dalam kenyataannya kurang diperhatikan oleh pihak Rumah Sakit. Pada proses pembuangan sampah Rumah Sakit dapat melalui dua alternatif yaitu:
1. Pembuangan/pemusnahan sampah medis dilakukan terpisah dengan sampah non medis. Pemisahan dimungkinkan bila Dinas Kesehatan dapat diandalkan sehingga beban Rumah Sakit tinggal memusnahkan sampah medis tersebut.
2. Pembuangan/pemusnahan sampah medis dan non medis disatukan, dengan demikin Rumah Sakit menyediakan sarana yang memadai untuk melakukan pengelolaan sampah karena semua sampah atau bahan bangunan yang berasal dari kegiatan Rumah Sakit itu sendiri.

Setiap Rumah Sakit sebaiknya memiliki unit pemusnahan sampah tersendiri, khususnya sampah medis dengan kapasitas minimalnya dapat menampung sejumlah sampah medis yang dihasilkan Rumah Sakit dalam waktu tertentu.
Pembuangan dan pemusnahan sampah Rumah Sakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses autoclaving, incinerator ataupun dengan sanitary landfill (Candra, 2007).
Sebagian besar sampah klinis dan yang sejenis itu dibuang dengan insinerator atau landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi, peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Dalam metode penanganan sampah sebelum dibuang untuk sampah yang berasal dari rumah sakit perlu mendapat perlakuan agar sampah infeksius dapat dibuang ke landfill yakni :

a. Autoclaving
Autoclaving sering dilakukan untuk perlakuan sampah infeksius. Sampah dipanasi dengan uap dibawah tekanan. Namun dalam volume sampah yang besar saat dipadatkan, penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak terjadi dengan demikian tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai.
Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan mikroorganisme lain yang bisa membahayakan penjamah sampah. Kantong sampah plastik biasa hendaknya tidak digunakan karena tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving.
Karena itu diperlukan kantong autoclaving. Pada kantong ini terdapat indikator, seperti pita autoclave yang menunjukkan bahwa kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup. Autoclave yang digunakan secara rutin untuk limbah biologis harus diuji minimal setahun sekali untuk menjamin hasil yang optimal.



b. Disinfeksi dengan Bahan Kimia
Peranan disinfeksi untuk institusi yang besar tampaknya terbatas penggunanya, misalnya digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan limbah.
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen.
            Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
1)  Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
2)  Melalui membran mukosa
3)  Melalui pernapasan
4)  Melalui ingesti

            Kekhawatiran muncul terutama terhadap HIV serta virus hepatitis B dan C karena ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus tersebut ditularkan melalui limbah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan jarum spuit yang terkontaminasi darah manusia.
Limbah infeksius dengan jumlah kecil dapat didesinfeksi (membunuh mikroorganisme tapi tidak membunuh spora bakteri) dengan bahan kimia seperti hypochloite atau permanganate. Limbah dapat menyerap cairan disinfeksi sehingga akan menambah masalah penanganan.
Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu:
1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah. Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.
2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu. Dengan demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.

Pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1. Insinerator
Incinerator
Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator
Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.
Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-1800 0F dan dapat mengurangi sampah 70 %.
Dalam penggunaan insinerator di rumah sakit, maka beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur pembuangan abu dan sarana gedung untuk melindungi insinerator dari bahaya kebakaran.
Insinerator hanya digunakan untuk memusnahkan limbah klinis atau medis. Ukuran insinerator disesuaikan dengan jumlah dan kualitas sampah.
Sementara untuk memperkirakan ukuran dan kapasitas insinerator perlu mengetahui jumlah puncak produksi sampah.
a. Lokasi Penguburan
Khusus untuk limbah medis, seperti plasenta atau sisa potongan anggota tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang mudah membusuk, perlu segera dikubur. (Chandra, 2007).

b. Sanitary Landfill
Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi pembuangan sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan dipadatkan ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja (Aditama, 2006).
Menurut WHO, 2005 dalam penerapan sanitary landfill perlu diperhatikan sebagi berikut:
1. Usia lahan minimum dapat digunakan dua tahun.
2. Kondisi lahan dan infografi diusahakan untuk kebutuhan lapisan penutup yang dapat dipenuhi secara lokasi/tanah pengolahan pembuangan.
3. Permukaan air tanah sangat berpengaruh pada sistim organisme
4. Kondisi iklim dan cuaca lokasi yang harus memungkinkan kelancaran operasi baik musim kemarau maupun musim hujan.
5. Kondisi biologis dan hidrologi hal penting dalam penentuan kelayakan lahan dan persiapan lahan sebagai tempat pembuangan sampah.
6. Lokasi dan area kerja dapat dijangkau oleh kendaraan pengantar dan pengangkut sampah .
7. Adanya keberadaan petugas ditempat yang mampu mengontrol secara efektif kegiatan operasional setiap hari.
8. Ada pembagian lokasi yang menjadi fase-fase yang dapat ditangani dan dipersiapkan dengan tepat sebelum landfill mulai di operasikan.
9. Pembuangan sampah yang terkelola disebuah lokasi kecil, memungkinkan sampah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun (ditutup dengan tanah) setiap hari.

Dalam Modul Pelatihan Pengelolaan Limbah Medis RS dan Puskesmas (2009), diuraikan tentang pembuangan akhir sampah medis padat pada dasarnya limbah medis yang sudah mengalami proses pengolahan dapat dikategorikan sebagai limbah yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
Limbah yang sudah aman dan tergolong dalam limbah domestic dapat dibuang dengan cara :

1. Sanitary Landfill
Modern Landfill
Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate).
Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya).
Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Sanitary landfill adalah system pemusnahan yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada diruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut :
ü  Tersedia tempat yang luas
ü  Tersedia tanah untuk menimbunnya
ü  Tersedia alat-alat besar.
Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat dimanfaaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran dan sebagainya.

2. Encapsulation
Encapsulation adalah suatu pengolahan limbah dengan cara limbah dimasukkan dalam container, kemudian ditambahkan zat yang dapat menyebabkan sampah tidak dapat bergerak, dan kemudian container ditutup dengan adukan semen atau pasir bitumen, dan setelah kering tuang ke lokasi landfill. Limbah yang dapat diproses dengan cara ini antara lain benda tajam, residu bahan kimia atau sediaaan farmasi.

3. Inertisasi
Proses ini merupakan pencampuran sampah dengan semen dengan maksud untuk meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang ada dalam limbah ke air permukaan atua air tanah. Metode ini sangat sesuai untuk limbah sediaan farmasi atau abu insenerasi.  

2.3  Pengertian Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI 2004).
            Menurut American Hospital Association, rumah sakit adalah sebagai organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
            Menurut Wolper dan Pena, rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta temoat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteranm, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.
            Menurut Association of Hospital Care, rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarkat, pendidikan serta penelitin kedokteran diselenggarakan.

2.3.1  Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A, B, C, D dan E (Azwar,1996):
v  Rumah Sakit Kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

v  Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.

v  Rumah Sakit Kelas C
Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

v  Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.

v  Rumah Sakit Kelas E
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya :
§  Rumah sakit jiwa,
§  Rumah sakit kusta,
§  Rumah sakit paru,
§  Rumah sakit jantung,
§  Rumah sakit ibu dan anak.
Rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas medis. Sampah rumah sakit dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah medis dan sampah non medis. Untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan perlu adanya langkah-langkah penanganan dan pemantauan lingkungan.
2.3.2  Jenis – jenis Rumah Sakit
            Adapun beberapa jenis – jenis rumah sakit yang perlu diketahui, batasan tentang jenis – jenis rumah sakit banyak macamnya, yaitu :

a.    Rumah sakit umum
                   Rumah sakit yang dijalankan organisasi National Health Service di Inggris. Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama. Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang.
Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya. Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.

b.   Rumah sakit terspesialisasi
            Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain    Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.

c.   Rumah sakit penelitian/pendidikan
            Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.

d.  Rumah sakit lembaga/perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum

2.3.3  Fungsi Rumah Sakit
Dalam Permenkes RI No. 159 B/Menkes/Per/1988 fungsi rumah sakit adalah menyediakan dan menyelenggarakan :
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan penunjang medik
c. Pelayanan rehabilitatif
d. Pencegahan dan peningkatan kesehatan
e. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tenaga medik

2.4  Pengertian Sampah Rumah Sakit
Sampah ialah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat (Soemirat, 2002).Menurut defenisi (WHO) yang dikutip oleh Chandra mengemukakan pengertian sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Badan lingkungan hidup menyatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Sedangkan menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. (Kusnoputranto, 1986).
Berdasarkan pengertian sampah tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah adalah suatu benda berbentuk padat yang berhubungan dengan aktifitas atau kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi dan dibuang secara saniter yaitu dengan cara-cara yang diterima umum sehingga perlu pengelolaan yang baik.

2.5  Sumber dan Karakteristik Sampah Medis Rumah Sakit
2.5.1  Jenis Sampah Medis Rumah Sakit Menurut Sumbernya
Setiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap ruangan/unit yang bersangkutan.

Jenis Sampah Menurut Sumbernya
No.
Sumber/Area
Jenis Sampah
1.
Kantor/administrasi
Kertas
2.
Unit obstetric dan ruang perawatan obstetric
Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/pengosok), placenta, ampul, termasuk kapsul perak nitrat, jarum syringe (alat semprot), masker disposable (masker yang dapat dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat bedah), disposable unit enema (alat suntik pada usus) disposable diaper (popok) dan underpad (alas/bantalan), dan sarung disposable.
3.
Unit emergency dan bedah termasuk ruang perawatan
Dressing(pembalut/pakaian),sponge(sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk amputasi ampul bekas, masker disposable (masker yang dapat dibuang), jarum syringe (alat semprot), drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau bedah), disposable kantong emesis, Levin tubes (pembuluh) chateter (alat bedah), drainase set ( alat pengaliran), kantong colosiomy, underpads (alas/bantalan), sarung bedah.
4.
Unit laboratorium, ruang mayat, phatology dan autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish, wadah specimen, slide specimen (kaca/alat sorong), jaringan tubuh, organ, dan tulang
5.
Unit Isolasi
Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur), dressing (pembalut/pakaian dan bandages (perban), masker disposable (masker yang dpat dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.
6.
Unit Perawatan
Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot), kertas dan lain-lain.
7.
Unit pelayanan
Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, sampah dari ruang umum dan pasien, sisa makanan buangan
8.
Unit gizi/dapur
Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan sayuran dan lain-lain
9.
Halaman Rumah Sakit
Sisa pembungkung daun ranting, debu.
Sumber : Depkes RI, 2002

2.5.2  Karakteristik sampah Rumah Sakit
Karakteristik sampah rumah sakit perlu diketahui dalam kaitannya pada pengelolaan sampah yang baik dan benar. Secara garis besar sampah rumah sakit dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.

a. Sampah Medis
Sampah medis adalah sampah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kajian tersebut juga kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi dan ruang laboratorium. sampah padat medis sering juga disebut sampah biologis.

Sampah medis dapat digolong-golongkan menjadi (Darmanto,1997) :
1. Sampah benda tajam
Sampah ini bisa berupa jarum, pipet, pecahan kaca dan pisau bedah. Benda-benda ini mempunyai potensi menularkan penyakit.
2. Sampah Infeksius
Dapat dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi, kamar perawatan, dan sangat berbahaya karena bisa juga menularkan penyakit.
3. Sampah jaringan tubuh.
Sampah ini berupa darah, anggota badan hasil amputasi, cairan tubuh, dan plasenta.
4. Sampah Farmasi
Berupa obat-obatan atau bahan yamg telah kadaluarsa, obat-obat yang terkontaminasi, obat yang dikembalikan pasien atau tidak digunakan.
5. Sampah Kimia
Terdapat sampah kimia yang berbahaya dan tidak berbahaya dan juga sampah yang bisa meledak atau yang hanya bersifat korosif.
6. Sampah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi dengan radio-isotof. Sampah ini harus dikelola sesuai dengan peraturan yang diwajibkan.

b. Sampah Non Medis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/ administrasi, unit perlengkapan, ruang tunggu, ruang inap, unit gizi/dapur, halaman parkir, taman, dan unit pelayanan.

2.6  Jumlah Sampah
Rumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu usaha pengelolaannya terlebih dahulu menentukan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga bila rumah sakit memiliki tempat pengolahan sendiri jumlah produksi dapat diproyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain. Dalam pengelolaan sampah ukuran yang digunakan adalah sebagai berikut :

2.6.1  Jumlah Menurut Berat
Ukuran berat yang sering digunakan adalah :
1. Dalam ton perhari untuk jumlah timbunan sampah.
2. Dalam kg/orang/hari atau gram/orang/hari untuk produksi sampah per orang (Kusnoputranto, 1986)

2.6.2    Jumlah Menurut Disposable (Benda yang langsung Dibuang)
Meningkatnya jumlah sampah berkaitan dengan meningkatnya penggunaan barang disposable. Daftar barang disposable merupakan indikator jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposable mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pemgelolaan sampah. ( Depkes RI, 2002)

2.6.3    Jumlah Menurut Volume
Ukuran ini sering digunakan terutama di negara berkembang dimana masih terdapat kesulitan biaya untuk pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang digunakan adalah m3 /hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat ukur volume diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan pengangkut sampah. Volume sampah harus diketahui untuk menentukan ukuran bak sampah dan sarana pengangkutan. (Depkes RI, 2002).

2.7 Pengaruh Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit.
Pertama pasien yang datang ke rumah sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan
Kedua, karyawan rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari – harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit.
Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang besar.
Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah sakit, lebih – lebih lagi bila rumah sakit membuang hasil buangan rumah sakit tidak sebagaimana mestinya kelingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan sanitasi rumah sakit
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif tehadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:


2.7.1  Pengaruh Terhadap Kesehatan
1. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang baik bagi vektor-vektor penyakit seperti lalat dan tikus.
2. Kecelakaan pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik dan bahan tajam lainnya.
3. Insiden penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas ataupun genangan air.

2.7.2  Pengaruh Terhadap Lingkungan
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan mengjhasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
3. Adanya partikel debu yang beterbangan akan menganggu pernapasan, menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
4. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya akan menganggu pernapasan, penglihatan, dan penurunan kualitas udara.

2.7.3  Pengaruh Terhadap Rumah Sakit
1. Keadaan lingkungan rumah sakit yang tidak saniter akan menurunkan hasrat pasien berobat di rumah sakit tersebut.
2. Keadaan estetika lingkungan yang lebih saniter akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit.
3. Keadaan lingkungan yang saniter mencerminkan mutu pelayanan dalam rumah sakit yang semakin meningkat.

2.7.4  Dampak sampah secara khusus berdasarkan sampah yang dihasilkan.
a. Bahaya Sampah Infeksius dan Benda Tajam
            Sampah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
1)  Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
2)  Melalui membran mukosa
3)  Melalui pernapasan
4)  Melalui ingesti
            Kekhawatiran muncul terutama terhadap HIV serta virus hepatitis B dan C karena ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus tersebut ditularkan melalui sampah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan jarum spuit yang terkontaminasi darah manusia.
                                         
b. Bahaya Sampah Kimia dan farmasi
            Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan kesehatan (misalnya zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar, reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan). Kuantitas zat tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan, kuantitas yang lebih besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia atau bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau sudah kadaluarsa.
            Kandungan zat itu di dalam sampah dapat menyebabkan intoksikasi atau keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera, termasuk luka bakar.

c. Bahaya sampah Limbah Genotoksik
            Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat terjadi selama masa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol, absorbsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanan yang terkontaminasi obat – obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah, dan kebiasaan buruk saat makan, misalnya menyedot makanan. Pajanan juga dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan sekret tubuh pasien yang menjalani kemoterapi.

d. Bahaya Sampah Radioaktif
            Jenis penyakit yang disebabkan sampah radioaktif bergantung pada jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing, dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena sampah radioakti, seperti halnya sampah bahan farmasi, bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat mengenai materi genetik. Penanganan sumber yang sangat aktif, misalnya terhadap sumber tertutup dalam instrumen diagnostik, dapat menyebabkan cedera yang jauh lebih parah (misalnya kerusakan jaringan, keharusan untuk mengamputasi bagian tubuh) dan karenannya harus dilakukan dengan sangat hati – hati.

e. Sensivitas publik
            Selain rasa takut akan dampak kesehatan yang mungkin muncul, masyarakat juga sangat sensitif terhadap dampak visual sampah anatomi, bagian-bagian tubuh yang dapat dikenali, termasuk janin (A.Pruss, 2005).

2.8   Pengelola Sampah Rumah Sakit


1. Sampah dari setiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemilahan sampah medis dan non-medis, sedangkan ruangan lain bisa dilakukan oleh tenaga kebersihan.
2. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP ditambah latihan khusus.
3. Pengawas pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.

Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah harus mengg unakan alat pelindung diri yang terdiri : Topi/helm, Masker, Pelindung mata, Pakaian panjang (coverall), Apron untuk industry, Pelindung kaki/sepatu boot dan Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

ü Pengelolaan Sampah  3r+
(Reduce,Reuse,Recycle,Replace,Replant)
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia (di TPA) merupakan sampah organik sebesar 60-70% yang mudah terurai. Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Pengelolaan sampah dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.

Ø 3R PLUS (Menuju Zero Waste)
Pengertian ZERO WASTE adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi "produksi sampah" atau diminimalisir terjadinya "sampah". konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3R (REDUCE,REUSE,RECYCLE)

Ø REDUCE
            Mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. REDUCE juga berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak "terlalu" butuhkan seperti baju baru ,aksesories atau apapun yang intinya adalah pengurangan kebutuhan.

Ø REUSE:
            Prinsip REUSE dilakukan dengan cara memilih barang-barang yang bisa di pakai kembali. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah seperti contohnya: memberikan baju bekas anda kepada yatim piatu

Ø RECYCLE:
            Prinsip RECYCLE dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang berguna lagi bisa di daur ulang. Paling mudah adalah mendaur ulang sampah organik di rumah anda, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, atau bisa di daur ulang. contohnya: mendaur ulang kertas bekas untuk menjadi kertas kembali 

Ø REPLACE:
Berarti meneliti kembali barang yang kita pakai sehari-hari. gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga teliti agar kita memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa diurai secara alami.

Ø REPLANT:
Prinsip REPLANT dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong, dan lain-lain. penanaman kembali ini sebagaian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah
penanganan sampah 3R+ sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah. konsep Zero Waste dengan penerapan prinsip 3R (REDUCE,REUSE,DAN RECYCLE), serta prinsip pengolaan sedekat mungkin dengan sumber sampah dengan maksut untuk mengurangi beban pengangkutan (transport cost)
2.9   Incinerator Medis Alat Pengolahan Sampah
SOLUSI SAMPAH MAXPELL
Maxpell menawarkan solusi terbaik dalam menangani permasalahan sampah medis dan non medis jenis padat (kering dan basah) yang terdapat di Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit yaitu dengan menggunakan incinerator dengan sistem pembakaran yang sempurna dengan berbagai media bahan bakar yang terus dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun kapasitas.
Solusi yang ditawarkan oleh maxpell adalah untuk mengatasi sampah medis dan non medis jenis padat (kering dan basah) dengan melakukan pemilahan jenis sampah berdasarkan pemusnahannya. Dibawah ini terdapat tabel jenis sampah limbah yang dapat ditangani oleh teknologi maxpell.
KEGIATAN
PRODUKSI LIMBAH
Perawatan
Alat suntik , tabung infus , kasa, kateter, sarung tangan, masker , bungkus/botol obat, dlsb
Bedah
Alat suntik , tabung infus , kasa, kateter, sarung tangan, masker , bungkus/botol obat , pisau bedah, jaringan tubuh, kantong darah
Laboratorium
Alat suntik , pot sputum, pot urine/faeces, reagent, chemicals, kaca slide
Poliklinik
Alat suntik , tabung infus , kasa, kateter, sarung tangan, masker , bungkus/botol obat, dlsb
Farmasi
Dos, botol obat plastik/kaca, bungkus plastik, kertas, obat kedaluarsa, sisa obat.
Radiologi
Cartrige film, film, sarung tangan , kertas, plastik .
IGD
Alat suntik , tabung infus , kasa, kateter, sarung tangan, masker , bungkus/botol obat, dlsb
Dapur
Sisa bahan makanan (sayur, daging, tulang, bulu,dlsb), sisa makanan, kertas, plastik bungkus
Laundry
Kantong plastik
Kantor
Sisa bahan makanan (sayur, daging, tulang, bulu,dlsb), sisa makanan, kertas, plastik bungkus
 KM / WC
Pembalut, sabun, odol
 Keterangan :
Incinerator
Needle Pit/ Needle Cruisher
Incenerator / Dijual Kembali
Pengelolaan sampah jika diolah secara baik dapat memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dengan konsep mata rantai daur ulang sampah yang terdapat di negeri kita.
Gambar dibawah ini memperlihatkan konsep mata rantai daur ulang sampah.
Dengan adanya konsep pemilahan limbah padat medis maupun non medis, tentunya akan dengan mudah diperkirakan berapa keuntungan rumah sakit/puskesmas/poliklinik dari hasil pengolahan limbah yang dapat di daur ulang.
Untuk memudahkan perkiraan keuntungan dari hasil pengolahan sampah dapat dilihat pada tabel dibawah ini
No
Jenis Barang
Harga Per-Kg (Rp)
1
Kertas bersih
400
2
Kertas kotor
50
3
Kardus
250
4
Plastik lemas
300
5
Plastik ember
700
6
Botol Infus
50 / bh
7
Botol aqua
100
8
Kresek (HD)
50
9
Kaleng
75
10
Tulang
100
11
Beling putih
50
12
Kuningan
5000
13
Tembaga
5000
14
Aluminium
4000
15
Besi super (asli)
300
16
Besi Campuran
250
17
Kaleng minuman (Sari)
3000
18
Sandal, slang (Nilek)
750
19
Tempat odol (Pepsodent)
700
Hasil penelitian YDD di TPA Kricak Desember 1999
Dari tabel diatas dapat diperkirakan dengan mudah berapa banyak sampah yang dapat di daur ulang atau dijual kembali untuk mendapatkan keuntungan. Solusi penanganan sampah sebenarnya sangat mudah dan efisien jika ditangani dengan baik dan benar.
Contoh lain penanganan limbah dengan metode pemilahan dan pemusnahan menggunakan incinerator Maxpell Technology dapat dilihat pada contoh kasus income sampah dari RS type B Yogyakarta Bulan Juni 2003 dibawah ini.

No
Jenis Sampah
Qty/hari
Qty / bulan
Harga / unit
Jumlah
1
Sampah Plastik





Tabung Infus
200 pcs
6000 pcs
Rp. 50,-
Rp. 300.000

Plastik bekas (tabung suntik, botol obat,dll)
10 kg
300 kg
Rp. 700,-
Rp. 210.000,-
2
Sampah kertas





Koran bekas, sampah kantor, dll.
40 kg
1200 kg
Rp. 700,-
Rp. 840.000,-
3
Sampah basah





Sisa makanan, sampah dapur
15 ember
450 ember
Rp. 3000,-
Rp. 1.350.000,-

Rata rata pendapatan dari Sampah per Bulan



Rp. 2.700.000,-

Incinerator
per Hari
per Hari
per Bulan
Harga /Lt
Biaya Minyak / Bulan
Konsumsi Minyak Solar
Konsumsi Minyak Solar
10 lt
300 lt
Rp. 2.500,-
Rp. 750.000,-
TEKNOLOGI MAXPELL
Selain menggunakan metode pemilahan sampah yang dapat didaur ulang atau yang dapat dijual kembali, Maxpell juga memiliki teknologi yang dapat memusnahkan sampah medis atau non medis padat (basah dan kering) dengan menggunakan Incinerator. Teknologi incinerator Maxpell adalah sebuah alat penghancur sampah berupa tungku pembakaran yang didesain secara sempurna dalam sistem pembakaran dengan menggunakan berbagai media bahan bakar yang terus dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun kapasitas.
Teknologi Incinerator Maxpell dirancang agar memiliki beberapa kemudahan untuk dioperasikan. Beberapa keunggulan tersebut adalah:
  • Tidak membutuhkan tempat luas;
  • Bisa membakar sampah kering hingga sampah basah;
  • Daya musnah sistem pembakaran mencapai suhu diatas 1000 o C;
  • Bekerja efektif dan irit bahan bakar;
  • Tingkat dari pencemaran rendah. Dalam operasional dibeberapa tempat terbukti asap hasil pembakaran yang keluar dari cerobong hampir tidak kelihatan dan tidak mengeluarkan bau yang menganggu;
  • Suhu pembuangan udara panas pada cerobong asap terkendali secara konstan;
  • Suhu dinding luar tetap dingin sama dengan suhu udara luar;
  • Perawatan yang mudah dan murah;
  • Abu sisa pembakaran bisa diolah menjadi beragam produk bahan bangunan.
Keunggulan teknologi Maxpell berbeda dengan teknologi lainnya, teknnologi lain biasanya hanya dapat melakukan penghancuran sampah kering dengan tungku pembakaran, akan tetapi teknologi Maxpell menggunakan teknologi khusus yang didesain untuk mengelola dan sekaligus menghancurkan hampir seluruh limbah pada medis atau non medis secara maksimal.
Silkus atau proses pengolahan limbah medis atau non medis Maxpell dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
            Keunggulan lain teknologi Maxpell adalah dengan diterapkannya Teknologi Ramah Lingkungan pada incinerator Maxpell. Teknologi ini berbeda dengan teknologi pembakaran sampah konvensional, pada tungku Maxpell l imbah ditempatkan dalam ruangan yang kedap, lalu di injeck dengan bahan bakar yang sudah dicampur oksigen dan terbakar dengan suhu yang tinggi, asap hasil pembakaran di imbas dengan molekul air sehingga asap yang keluar menjadi hidrocarbon yang akan terbakar habis pada secondary chamber. Dengan demikian asap akan bersih dan ramah lingkungan
PRODUCT TEKNOLOGI MAXPELL
Maxpell memiliki beberapa produk pengolahan sampah medis atau non medis yang disesuaikan dengan kebutuhan Puskesmas/Rumah Sakit/Poliklinik. Penyesuaian kebutuhan ini dilakukan agar teknologi yang dipilih tepat guna bagi instansi tersebut. Penyesuaian kebutuhan dapat dilihat dari berapa banyak jumlah pasien dan tamu per hari, jumlah sampah yang dihasilkan per hari (dapat dilihat dari berapa banyak angkutan truk sampah yang mengambil sampah) yang terdapat di Puskesmas/Rumah Sakit/Poliklinik itu sendiri.
Berikut ini adalah beberapa produk teknologi Maxpell untuk pengolahan sampah padat medis maupun non medis beserta spesifikasinya.
Maxpell Needle Crusher

     

Spesifikasi Teknis

Motor Listrik 100 Watt / 220 Volt
Pengaman motor dengan sensor panas
Ukuran : 293 x 197 x 163 mm
Berat : 8,5 kg
Body anti karat : Acrylic dan Fiberglass
Penghancur Jarum : +/- 8 detik / jarum
Bak penampung : +/- 300 jarum

Keterangan Produk
Pemusnah jarum suntik bertenaga listrik ramah lingkungan
Needle Pit

 

Spesifikasi Teknis Needle Pit

Material : PVC pipe
Dimensi : ¯ 6” x 1350 mm
Volume : 26 liter
Kapasitas : + 40.000 Jarum

Keterangan Produk : Penampung potongan jarum suntik


S 512 - Mini Incinerator
 
Spesifikasi Teknis

Dimensi : 1260 x 940 x 1270
Volume Reaktor : 120 liter
Tipe : Cross draft
Lining Material : Refractory Cement 1 70 0 o C
Insulation : Insulation Cement 1400 o C
Cover : Steel / Stainless Steel
Kapasitas : 40 kg sampah / jam
Temperatur kerja : > 1000 o C
Bahan Bakar : Gas LPG 

Keterangan Produk
Pemusnah sampah medis dan non medis jenis padat (basah dan kering)


SS 01 - Incinerator Soft Metal
 
Spesifikasi Teknis

Dimensi : 600 x 800 x 1200
Volume Reaktor : 48 liter
Tipe : Down Draft
Lining Material : Refractory Cement 1 70 0 o C
Insulation : Insulation Cement 1400 o C
Cover : Steel / Stainless Steel
Kapasitas : 10 kg sampah / jam
Temperatur kerja : > 1300 o C
Bahan Bakar : Gas LPG

Keterangan Produk
Pemusnah sampah medis dan non medis jenis padat (basah dan kering) mampu menghancurkan metal/besi ringan
Hasil Uji Laboratorium Gas Buang (Emisi)

No
Parameter
Unit
Baku Mutu
Specification
Testing Result

FISIKA



1.
Opasitas
%
40
15
2.
Partikel
mg/m 3
400
97.47






KIMIA



3.
Amonia (NH 3 )
mg/m 3
1
0.15
4.
Gas Klorin (CL 2 )
mg/m 3
15
tt
5.
Hidrogen Klorida (HCL)
mg/m 3
10
tt
6.
Hidrogen Florida (HF)
mg/m 3
20
tt
7.
Nitrogen Oksida (NO 2 )
mg/m 3
1,700
1.34
8.
Sulfur Dioksida (SO 2 )
mg/m 3
1,500
0.55
9.
Total Sulfur Tereduksi (H 2 S)
mg/m 3
70
0.07






Keterangan : tt = Tidak Terditeksi
2.10  Tinjauan Umum tentang Tenaga Pengelola Sampah di Rumah Sakit
            Petugas pengelola limbah (PPL) bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan pemantauan harian terhadap sistem pengelolaan sampah. Dengan demikian, ia harus memiliki askes langsung ke semua anggota  staf rumah sakit.
            PPL bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah sakit. Ia harus bekerja sama dengan petugas pengontrol infeksi, kepala bagian farmasi, dan teknisi radiologi agar memahami prosedur yang didalam penanganan dan pembuangan limbah patologi, farmasi, kimia, dan limbah radioaktif.

Adapun peran dan fungsi seorang sanitarian adalah :
1. Berperan sebagai tenaga pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan, dengan fungsi:
a. Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan
b. Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan
c. Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.

2.    Berperan sebagai tenaga pengelola kesehatan lingkungan, dengan fungsi:
a. Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan  lingkungan
b. Merancang dan merekayasa intervensi masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
c. Mengintervensi hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia
d. Mengorganisir intervensi masalah komponen lingkungan
e. Mengevaluasi hasil intervensi masalah komponen lingkungan

3.    Berperan sebagai tenaga pengajar, pelatih dan penyuluh kesehatan lingkungan, dengan fungsi:
a. Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan
b. Menetapkan masalah kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
c. Merencanakan bentuk intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan
d. Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan lingkungan
e. Mengevaluasi hasil intervensi.

4.    Berperan sebagai tenaga peneliti kesehatan lingkungan dengan fungsi:
a. Menentukan masalah kesehatan lingkungan
b. Melaksanakan penelitian teknologi tepat guna bidang kesehatan lingkungan

Adapun kualifikasi tenaga kesehatan lingkungan di rumah sakit menurut yakni :
1) Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan B (rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.
2) Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan D (rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) di bidang kesehatan lingkungan.
3) Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus berpendidikan sanitarian dan telah megikuti pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4) Tenaga sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahaan mengikuti pelatihan khusus di bdaing kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku







BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Dari pembahasan yang diatas kita dapat menyimpulkan bahwa untuk menangani permasalahan sampah perlu dilakukan alternatif pengelolaan yang benar. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam penanganan masalah sampah, semua itu tidak bisa hanya digantungkan sebagai beban Pemerintah. Sampah dari berbagai sumber dapat mencemari lingkungan, baik lingkungan darat, udara, maupun perairan.
Walaupun masih banyak hal lain yang harus kita kerjakan, bukan berarti sampah bisa dilupakan begitu saja, karena sedikit banyak sampah yang bertebaran akan mempengaruhi dan menggangu dalam kehidupan sehari. Karena itulah mulai dari sekarang kita bangun pemahaman dan kesadaran akan bahaya sampah, dan harus kita ketahui nyaman dan indanya hari kita tanpa sampah.
Sistem pengelolaan sampah medis Di Rumah Sakit secara umum masih belum memenuhi syarat kesehatan sehubungan dengan sarana dan prasarana pengelolaan sampah medis tidak dapat di fungsikan lagi seperti incinerator. Diharapkan kepada pihak rumah sakit dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam pengelolaan sampah medis seperti peningkatan jumlah tempat sampah, pengadaan kantong plastik, insinerator harus diperbaiki dan melakukan koordinasi dengan petugas yang menangani sampah medis dan kepada petugas untuk dapat melaksanakan pemisahan antara sampah medis dan non medis.                         
Sampah medis Rumah Sakit dapat mengandung berbagai penyebab penyakit sehingga sampah medis Rumah Sakit harus di olah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Sesuai persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan keputusan menteri kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004. Agar rumah sakit tidak menjadi tempat penyebaran penyakit
3.2  Saran
Cara pengendalian sampah yang paling sederhana adalah dengan menumbuhkan kesadaran dari dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan sampah. Selain itu diperlukan juga kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan, walaupun kadang harus dihadapkan pada mitos tertentu. Peraturan yang tegas dari pemerintah juga sangat diharapkan karena jika tidak maka para perusak lingkungan akan terus merusak sumber daya.
Keberadaan Undang-Undang persampahan dirasa sangat perlukan. Undang-Undang ini akan mengatur hak, kewajiban, wewenang, fungsi dan sanksi masing-masing pihak. UU juga akan mengatur soal kelembagaan yang terlibat dalam penanganan sampah. Menurut dia, tidak mungkin konsep pengelolaan sampah berjalan baik di lapangan jika secara infrastruktur tidak didukung oleh departemen-departemen yang ada dalam pemerintahan.
Demikian pula pengembangan sumber daya manusia (SDM). Mengubah budaya masyarakat soal sampah bukan hal gampang. Tanpa ada transformasi pengetahuan, pemahaman, kampanye yang kencang. Ini tak bisa dilakukan oleh pejabat setingkat Kepala Dinas seperti terjadi sekarang. Itu harus melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan, departemen agama, dan mungkin Depkominfo.
Dengan melihatnya permasalahan yang ditemui maka perlu disarankan sebagai berikut :
1. Sebaiknya di setiap ruangan medis diadakan proses pemilahan antara Sampah medis dan non medis, dan memberikan pengetahuan tentang perlunya pemilahan antara sampah medis dan non medis terhadap para petugas kesehatan yang berada di rumah sakit umum daerah kabupaten baru

2. Sebaiknya wadah sampah medis yang berada diruangan medis harus disesuaikan dengan syarat kesehatan yakni Memiliki tutup dan tidak mudah dibuka orang dan Pewadahan sampah medis menggunakan label (warna kantong plastik/kontainer) :
a. Sampah radioaktif menggunakan warna merah
b. Sampah sangat infeksius menggunakan warna kuning
c. Sampah/limbah infeksius, patologi dan anatomi menggunakan warna kuning
d. Sampah sitotoksis menggunakan warna ungu
e. Sampah/limbah kimia dan farmasi menggunakan warna cokelat

3. Untuk pengumpulan sampah sudah baik, karena sampah dikumpulkan tiap 1 x 24 jam, dan pengumpulan dilakukan jika sampah medis  sudah penuh dalam tempat sampah medis.











DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Penerbit Yayasan Idayu. Jakarta
Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar